Kamis, 12 September 2013

INDUSTRI KELAPA TERPADU

Mesin-mesin pengolah sabut kelapa yang dewasa ini bertebaran di beberapa tempat di Jawa, banyak yang menganggur menjadi besi tua. Seandainya masih ada yang beroperasi, maka margin yang diperolehnya sangat kecil. Tidak seperti yang pernah dibayangkan oleh investornya. Tidak seperti yang dijanjikan oleh penjual mesin yang sekaligus akan menjadi penampung produk yang dihasilkannya. Sementara sabut (kulit luar kelapa) tetap banyak yang terbuang sia-sia. Sentra kelapa di Jawa, memang terletak di kawasan yang biasanya terpencil dan sarana transportasinya tidak terlalu baik, atau malahan tidak ada sama sekali. Beda dengan sabut yang masih tersia-siakan,  tempurung kelapanya tidak pernah terbuang. Selalu ada yang menampungnya. Baik dalam bentuk utuh, hancur maupun sudah diproses menjadi arang. Daging buah kelapanya sendiri selalu termanfaatkan, terutama untuk dipasarkan segar.
Kelapa (Cocos nucifera) adalah tumbuhan tropis penghasil lemak nabati. Tetapi setelah industri CPO (Crude Palm Oil) dari sawit berkembang, pamor kelapa surut dengan drastis. Sebab sawit lebih unggul sebagai penghasil minyak. Hampir semua tumbuhan penghasil minyak seperti kacang tanah, bunga matahari, jagung dll. termasuk kelapa, sulit bersaing dengan sawit. Tetapi kelapa memiliki keunggulan lain. Tumbuhan ini bisa menghasilkan gula (palm sugar), arang tempurung, serat sabut dan gabus (coco dush), serta kayu kelapa yang merupakan bahan meubel bernilai tinggi. Semua itu, secara bersama-sama merupakan kelebihan dari agroindustri kelapa. Hingga merancang investasi untuk komoditas ini, tidak bisa dilakukan dengan sepotong-sepotong. Misalnya hanya dengan investasi mesin pengolah sabut, tetapi tanpa memperhatikan produk-produk lainnya. Bahkan dalam industri pengolahan sabut pun, ada karakteristik yang berbeda antara di Jawa dan luar Jawa.
Di Jawa, merancang industri sabut kelapa harus dilakukan secara sistematis dengan mesin-mesin murah. Mesin-mesin canggih dengan nilai di atas Rp 1 milyar, tidak cocok untuk digunakan dalam pengolahan sabut di Jawa. Yang cocok justru mesin-mesin kecil dengan nilai Rp 50.000.000,- Tetapi jumlah mesin seperti ini harus banyak. Di satu kabupaten sentra kelapa, bisa dikembangkan sekitar 15 sampai 20 mesin yang disebar pada 15 sampai 20 titik. Mesin-mesin demikian hanya bisa memecah sabut dan memisahkan serat dengan gabusnya. Serat yang dihasilkannya merupakan "serat campuran". Nilai serat campuran ini masih rendah. Untuk bisa memenuhi permintaan ekspor, serat campuran  ini perlu diproses lagi dengan mesin yang lebih canggih hingga menjadi serat lurus lembut yang nilainya paling tinggi, serat lurus kasar dan serat kusut. Serat kusut yang merupakan "limbah" ini dipres hingga pengangkutannya tidak makan tempat. Tiga macam serat sabut ini semuanya punya nilai komersial sendiri-sendiri.
Hampir semua kabupaten di bagian selatan pulau Jawa ditumbuhi kelapa. Meskipun harga kelapa jatuh sampai di bawah Rp 500,- per butir di tingkat petani, sebenarnya komoditas ini tidak pernah tidak terpasarkan. Karena "tradisi" menu Indonesia sarat dengan santan maupun kelapa parut. Yang pasti terbuang adalah sabutnya. Hingga potensi industri pengolahan sabut di pulau Jawa cukup baik. Untuk itu diperlukan sebuah jaringan kerjasama. Satu investor besar bisa saja menangani satu kabupaten. Tetapi dia harus mau repot untuk menangani 15 sampai 20 titik dengan mesin-mesin kecil, sementara gudang dengan mesin induknya cukup satu di tempat yang strategis. Kalau investor besar terlalu bernafsu dan melakukan investasi dengan mesin canggih, maka jatuhnya menjadi tidak efisien. Sebaliknya investor kecil yang hanya punya satu dua mesin juga akan kerepotan dalam memasarkan produknya.
Bisa juga pemda mengorganisir 20 investor kecil-kecil untuk menangani 20 titik, kemudian satu investor menengah menangani finishingnya sekaligus melakukan ekspor. Hanya dengan cara demikianlah sabut di pulau Jawa dapat termanfaatkan. Sebab tanaman kelapa di Jawa tidak terkonsentrasi di satu tempat dalam hamparan luas dengan populasi tanaman banyak. Di luar Jawa  mudah ditemukan kawasan yang padat tanaman  kelapanya, dengan populasi yang memungkinkan untuk penanganan sabut menggunakan mesin canggih. Tetapi, kalau kondisi tanaman kelapanya mirip dengan di pulau Jawa, maka penanganan sabutnya harus menggunakan pola 20 mesin kecil di 20 titik dengan satu mesin besar sebagai finishingnya. Pola kerja ini menjadi faktor yang paling menentukan dalam agroindustri pengolahan sabut dengan bahan baku dari rakyat.
Sebaliknya, tempurung di Jawa sudah tidak bisa diharapkan untuk ditangani oleh pendatang baru. Dari  pelosok Banyuwangi sampai ke ujung selatan Pandeglang sudah ada pedagang pengumpul tempurung. Sebab pulau Jawa memang telah kekurangan arang tempurung. Indikasinya, nilai  arang tempurung yang diekspor selalu di bawah Rp 1.000,- (di luar kemasan). Tetapi harga arang tempurung di Jawa (juga curah), sudah mencapai Rp 2.000,- Hingga eksportir arang tempurung, baik sebagai bahan bakar maupun arang aktif, selalu mengandalkan bahan baku dari luar Jawa.  Industri arang tempurung di luar Jawa, selalu berada di sentra-sentra produsen kopra. Sebab kalau petani menjual kelapanya dalam bentuk butiran untu konsumsi segar, maka yang tertinggal di kebun hanyalah sabutnya. Limbah tempurungnya akan terbawa ke pasar-pasar di kota dan pasti sudah ada yang menampungnya.
Hasil dari kelapa yang masih belum tergarap dengan baik adalah gulanya. Permintaan palm sugar (dalam bentuk gula semut = hablur) dari MEE sebenarnya cukup baik. Aren (enau) meskipun produktifitasnya tinggi, namun populasi tanamannya sudah kritis. Demikian pula dengan lontar (siwalan). Hingga satu-satunya sumber palm sugar  yang bisa diandalkan hanyalah tinggal kelapa. Ada pertanyaan, mengapa kebun-kebun kelapa besar, baik PTPN (PT Perkebunan Nusantara) maupun swastanya tidak terlalu tertarik untuk menangani palm sugar? Industri ini sangat "padat karya". Jumlah tenaga profesional untuk menyadap nira kelapa sangat terbatas. Itu pun hanya terkonsentrasi di Ciamis, Purwokerto, Cilacap, Gombong, Kebumen, terus ke timur sampai Kulon Progo. Konsentrasi  paling banyak ada di Wangon, Purwokerto.
Deperindag memang telah sangat serius menangani industri palm sugar. Tetapi yang dilakukannya adalah memberikan training proses pengolahan. Bukan penyadapan. Padahal yang paling menjadi masalah justru proses penyadapannya. Mestinya proses penyadapan kelapa juga memperhatikan faktor keamanan. Misalnya dengan memanfaatkan teknologi panjat yang banyak dikuasai oleh para mahasiswa pecinta alam. Hingga efektifitas serta efisiensi bisa diperoleh. Kebun-kebun kelapa yang relatif masih muda lebih cocok untuk menghasilkan palm sugar. Sebab tanamannya masih pendek dan hasil kelapanya juga belum optimal. Penanganan industri palm sugar ini selalu masih sepotong-sepotong hingga tidak pernah ada hasil yang bisa diandalkan untuk bertahan lama. Padahal trend pasar palm sugar di MEE dan negara-negara maju lainnya cenderung semakin besar.
Kelapa muda pun sebenarnya punya prospek yang baik. Thailand dan Filipina adalah dua negara yang sudah sangat intensif dalam  memanfaatkan kegemaran masyarakat akan air kelapa. Thailand mengembangkan "kelapa pandan" yang berukuran sedang, berwarna hijau dan airnya beraroma hrum daun pandan. Sementara Filipina lebih memfokuskan diri pada kelapa kopyornya. Kelapa pandan sudah dicoba ditanam di beberapa tempat di Indonesia dan berhasil baik. Tetapi belum pernah ada upaya serius untuk mengembangkannya. Mestinya kabupaten-kabupaten di Pantura agak serius dalam memanfaatkan potensi ini. Kelapa kopyor sudah berkembang cukup baik antara lain di Pati. Tetapi pengusahaannya secara komersial belum dilakukan optimal. Berbeda dengan kelapa kopyor filipina yang merupakan kelapa dalam,  kelapa kopyor yang dikembangkan di Pati adalah kelapa genjah (kelapa puyuh). Hingga umur panennya hanya 3 sampai 4 tahun setelah  tanam.
Agroindustri kelapa terpadu sebenarnya sudah ada contohnya. Pulau Sambu di Riau adalah sebuah agroindustri kelapa terpadu yang relatif bisa dijadikan panduan. Dengan hasil sekitar 5.000.000 butir per hari, Pulau Sambu memproduksi santan segar, santan kering, kelapa parut, arang tempurung dan sabut olahan. Industri minyak kelapa pun sebenarnya masih layak untuk digarap. Sebab harga minyak kelapa di pasaran tetap lebih tinggi dibanding minyak sawit. Tetapi, kita tidak bisa hanya mengandalkan minyaknya untuk membangun sebuah agroindustri kelapa. Sebab keuntungan terbesar saat ini justru berasal dari "limbahnya". Baik dari industri sabutnya maupun tempurungnya. Namun juga tidak mungkin sebuah industri besar hanya mengandalkan bahan pasokan dari rakyat. Hingga untuk membangun sebuah agroindustri kelapa,  diperlukan sebuah  perencanan yang matang untuk membuka kebun sendiri.
Dalam agroindustri sawit, peremajaan adalah cost. Sebab batang sawit sama sekali tidak punya nilai komersial. Batang kelapa lain. Kelapa-kelapa rakyat yang tua, kayunya bermutu sangat baik. Ya kekuatannya, ya teksturnya. Kecuali kelapa hibrida yang mutu kayunya memang tidak sebaik kelapa rakyat. Namun kayu kelapa hibrida tetap masih memiliki nilai komersial yang lumayan dibanding kayu sawit yang nilainya nol. Karena kayunya pun masih bernilai komersial,  sebenarnya agroindustri kelapa tetap bukan kartu mati. Tidak seperti tahun-tahun 80an ketika sentra-sentra kopra, misalnya di pulau Selayar menjadi "kota mati" karena tersaingi oleh CPO. Kalau Indonesia tidak bisa hidup dari kelapanya, buat apa lagu "rayuan pulau kelapa" dinyanyikan? Mestinya kita harus mencontoh Thailand dan Filipina yang hanya dari kelapa pandan dan kopyornya pun, rakyatnya bisa makmur. Minimal lebih makmur dari rakyat di sentra-sentra kelapa di Indonesia. (FR)+++

2 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil di daerah surakarta, dan disini daerah tempat mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Jakarta Timur karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-1144-2258 atas nama Drs Muh Tauhib SH.MSI beliaulah yang selama ini membantu perjalan karir saya menjadi PEGAWAI NEGERI SIPIL.alhamdulillah berkat bantuan bapak Drs Muh Tauhib SH.MSI SK saya dan 2 teman saya tahun ini sudah keluar, bagi anda yang ingin seperti saya silahkan hubungi bapak Drs Muh Tauhib SH.MSI, siapa tau beliau bisa membantu anda

    BalasHapus
  2. The Best Casino Sites 2021 – Claim Free Spins Bonus!
    Here are the best casino sites you can find to play casino games for real money. We've got the luckyclub full list of the best slots, jackpots, and mobile casino games to

    BalasHapus