Mesin-mesin
pengolah sabut kelapa yang dewasa ini bertebaran di beberapa tempat di
Jawa, banyak yang menganggur menjadi besi tua. Seandainya masih ada yang
beroperasi, maka margin yang diperolehnya sangat kecil. Tidak seperti
yang pernah dibayangkan oleh investornya. Tidak seperti yang dijanjikan
oleh penjual mesin yang sekaligus akan menjadi penampung produk yang
dihasilkannya. Sementara sabut (kulit luar kelapa) tetap banyak yang
terbuang sia-sia. Sentra kelapa di Jawa, memang terletak di kawasan yang
biasanya terpencil dan sarana transportasinya tidak terlalu baik, atau
malahan tidak ada sama sekali. Beda dengan sabut yang masih
tersia-siakan, tempurung kelapanya tidak pernah terbuang. Selalu ada
yang menampungnya. Baik dalam bentuk utuh, hancur maupun sudah diproses
menjadi arang. Daging buah kelapanya sendiri selalu termanfaatkan,
terutama untuk dipasarkan segar.
Kelapa (Cocos nucifera) adalah
tumbuhan tropis penghasil lemak nabati. Tetapi setelah industri CPO
(Crude Palm Oil) dari sawit berkembang, pamor kelapa surut dengan
drastis. Sebab sawit lebih unggul sebagai penghasil minyak. Hampir semua
tumbuhan penghasil minyak seperti kacang tanah, bunga matahari, jagung
dll. termasuk kelapa, sulit bersaing dengan sawit. Tetapi kelapa
memiliki keunggulan lain. Tumbuhan ini bisa menghasilkan gula (palm
sugar), arang tempurung, serat sabut dan gabus (coco dush), serta kayu
kelapa yang merupakan bahan meubel bernilai tinggi. Semua itu, secara
bersama-sama merupakan kelebihan dari agroindustri kelapa. Hingga
merancang investasi untuk komoditas ini, tidak bisa dilakukan dengan
sepotong-sepotong. Misalnya hanya dengan investasi mesin pengolah sabut,
tetapi tanpa memperhatikan produk-produk lainnya. Bahkan dalam industri
pengolahan sabut pun, ada karakteristik yang berbeda antara di Jawa dan
luar Jawa.
Di Jawa, merancang industri sabut kelapa harus
dilakukan secara sistematis dengan mesin-mesin murah. Mesin-mesin
canggih dengan nilai di atas Rp 1 milyar, tidak cocok untuk digunakan
dalam pengolahan sabut di Jawa. Yang cocok justru mesin-mesin kecil
dengan nilai Rp 50.000.000,- Tetapi jumlah mesin seperti ini harus
banyak. Di satu kabupaten sentra kelapa, bisa dikembangkan sekitar 15
sampai 20 mesin yang disebar pada 15 sampai 20 titik. Mesin-mesin
demikian hanya bisa memecah sabut dan memisahkan serat dengan gabusnya.
Serat yang dihasilkannya merupakan "serat campuran". Nilai serat
campuran ini masih rendah. Untuk bisa memenuhi permintaan ekspor, serat
campuran ini perlu diproses lagi dengan mesin yang lebih canggih hingga
menjadi serat lurus lembut yang nilainya paling tinggi, serat lurus
kasar dan serat kusut. Serat kusut yang merupakan "limbah" ini dipres
hingga pengangkutannya tidak makan tempat. Tiga macam serat sabut ini
semuanya punya nilai komersial sendiri-sendiri.
Hampir semua
kabupaten di bagian selatan pulau Jawa ditumbuhi kelapa. Meskipun harga
kelapa jatuh sampai di bawah Rp 500,- per butir di tingkat petani,
sebenarnya komoditas ini tidak pernah tidak terpasarkan. Karena
"tradisi" menu Indonesia sarat dengan santan maupun kelapa parut. Yang
pasti terbuang adalah sabutnya. Hingga potensi industri pengolahan sabut
di pulau Jawa cukup baik. Untuk itu diperlukan sebuah jaringan
kerjasama. Satu investor besar bisa saja menangani satu kabupaten.
Tetapi dia harus mau repot untuk menangani 15 sampai 20 titik dengan
mesin-mesin kecil, sementara gudang dengan mesin induknya cukup satu di
tempat yang strategis. Kalau investor besar terlalu bernafsu dan
melakukan investasi dengan mesin canggih, maka jatuhnya menjadi tidak
efisien. Sebaliknya investor kecil yang hanya punya satu dua mesin juga
akan kerepotan dalam memasarkan produknya.
Bisa juga pemda
mengorganisir 20 investor kecil-kecil untuk menangani 20 titik, kemudian
satu investor menengah menangani finishingnya sekaligus melakukan
ekspor. Hanya dengan cara demikianlah sabut di pulau Jawa dapat
termanfaatkan. Sebab tanaman kelapa di Jawa tidak terkonsentrasi di satu
tempat dalam hamparan luas dengan populasi tanaman banyak. Di luar
Jawa mudah ditemukan kawasan yang padat tanaman kelapanya, dengan
populasi yang memungkinkan untuk penanganan sabut menggunakan mesin
canggih. Tetapi, kalau kondisi tanaman kelapanya mirip dengan di pulau
Jawa, maka penanganan sabutnya harus menggunakan pola 20 mesin kecil di
20 titik dengan satu mesin besar sebagai finishingnya. Pola kerja ini
menjadi faktor yang paling menentukan dalam agroindustri pengolahan
sabut dengan bahan baku dari rakyat.
Sebaliknya, tempurung di Jawa
sudah tidak bisa diharapkan untuk ditangani oleh pendatang baru. Dari
pelosok Banyuwangi sampai ke ujung selatan Pandeglang sudah ada pedagang
pengumpul tempurung. Sebab pulau Jawa memang telah kekurangan arang
tempurung. Indikasinya, nilai arang tempurung yang diekspor selalu di
bawah Rp 1.000,- (di luar kemasan). Tetapi harga arang tempurung di Jawa
(juga curah), sudah mencapai Rp 2.000,- Hingga eksportir arang
tempurung, baik sebagai bahan bakar maupun arang aktif, selalu
mengandalkan bahan baku dari luar Jawa. Industri arang tempurung di
luar Jawa, selalu berada di sentra-sentra produsen kopra. Sebab kalau
petani menjual kelapanya dalam bentuk butiran untu konsumsi segar, maka
yang tertinggal di kebun hanyalah sabutnya. Limbah tempurungnya akan
terbawa ke pasar-pasar di kota dan pasti sudah ada yang menampungnya.
Hasil
dari kelapa yang masih belum tergarap dengan baik adalah gulanya.
Permintaan palm sugar (dalam bentuk gula semut = hablur) dari MEE
sebenarnya cukup baik. Aren (enau) meskipun produktifitasnya tinggi,
namun populasi tanamannya sudah kritis. Demikian pula dengan lontar
(siwalan). Hingga satu-satunya sumber palm sugar yang bisa diandalkan
hanyalah tinggal kelapa. Ada pertanyaan, mengapa kebun-kebun kelapa
besar, baik PTPN (PT Perkebunan Nusantara) maupun swastanya tidak
terlalu tertarik untuk menangani palm sugar? Industri ini sangat "padat
karya". Jumlah tenaga profesional untuk menyadap nira kelapa sangat
terbatas. Itu pun hanya terkonsentrasi di Ciamis, Purwokerto, Cilacap,
Gombong, Kebumen, terus ke timur sampai Kulon Progo. Konsentrasi paling
banyak ada di Wangon, Purwokerto.
Deperindag memang telah sangat
serius menangani industri palm sugar. Tetapi yang dilakukannya adalah
memberikan training proses pengolahan. Bukan penyadapan. Padahal yang
paling menjadi masalah justru proses penyadapannya. Mestinya proses
penyadapan kelapa juga memperhatikan faktor keamanan. Misalnya dengan
memanfaatkan teknologi panjat yang banyak dikuasai oleh para mahasiswa
pecinta alam. Hingga efektifitas serta efisiensi bisa diperoleh.
Kebun-kebun kelapa yang relatif masih muda lebih cocok untuk
menghasilkan palm sugar. Sebab tanamannya masih pendek dan hasil
kelapanya juga belum optimal. Penanganan industri palm sugar ini selalu
masih sepotong-sepotong hingga tidak pernah ada hasil yang bisa
diandalkan untuk bertahan lama. Padahal trend pasar palm sugar di MEE
dan negara-negara maju lainnya cenderung semakin besar.
Kelapa
muda pun sebenarnya punya prospek yang baik. Thailand dan Filipina
adalah dua negara yang sudah sangat intensif dalam memanfaatkan
kegemaran masyarakat akan air kelapa. Thailand mengembangkan "kelapa
pandan" yang berukuran sedang, berwarna hijau dan airnya beraroma hrum
daun pandan. Sementara Filipina lebih memfokuskan diri pada kelapa
kopyornya. Kelapa pandan sudah dicoba ditanam di beberapa tempat di
Indonesia dan berhasil baik. Tetapi belum pernah ada upaya serius untuk
mengembangkannya. Mestinya kabupaten-kabupaten di Pantura agak serius
dalam memanfaatkan potensi ini. Kelapa kopyor sudah berkembang cukup
baik antara lain di Pati. Tetapi pengusahaannya secara komersial belum
dilakukan optimal. Berbeda dengan kelapa kopyor filipina yang merupakan
kelapa dalam, kelapa kopyor yang dikembangkan di Pati adalah kelapa
genjah (kelapa puyuh). Hingga umur panennya hanya 3 sampai 4 tahun
setelah tanam.
Agroindustri kelapa terpadu sebenarnya sudah ada
contohnya. Pulau Sambu di Riau adalah sebuah agroindustri kelapa terpadu
yang relatif bisa dijadikan panduan. Dengan hasil sekitar 5.000.000
butir per hari, Pulau Sambu memproduksi santan segar, santan kering,
kelapa parut, arang tempurung dan sabut olahan. Industri minyak kelapa
pun sebenarnya masih layak untuk digarap. Sebab harga minyak kelapa di
pasaran tetap lebih tinggi dibanding minyak sawit. Tetapi, kita tidak
bisa hanya mengandalkan minyaknya untuk membangun sebuah agroindustri
kelapa. Sebab keuntungan terbesar saat ini justru berasal dari
"limbahnya". Baik dari industri sabutnya maupun tempurungnya. Namun juga
tidak mungkin sebuah industri besar hanya mengandalkan bahan pasokan
dari rakyat. Hingga untuk membangun sebuah agroindustri kelapa,
diperlukan sebuah perencanan yang matang untuk membuka kebun sendiri.
Dalam
agroindustri sawit, peremajaan adalah cost. Sebab batang sawit sama
sekali tidak punya nilai komersial. Batang kelapa lain. Kelapa-kelapa
rakyat yang tua, kayunya bermutu sangat baik. Ya kekuatannya, ya
teksturnya. Kecuali kelapa hibrida yang mutu kayunya memang tidak sebaik
kelapa rakyat. Namun kayu kelapa hibrida tetap masih memiliki nilai
komersial yang lumayan dibanding kayu sawit yang nilainya nol. Karena
kayunya pun masih bernilai komersial, sebenarnya agroindustri kelapa
tetap bukan kartu mati. Tidak seperti tahun-tahun 80an ketika
sentra-sentra kopra, misalnya di pulau Selayar menjadi "kota mati"
karena tersaingi oleh CPO. Kalau Indonesia tidak bisa hidup dari
kelapanya, buat apa lagu "rayuan pulau kelapa" dinyanyikan? Mestinya
kita harus mencontoh Thailand dan Filipina yang hanya dari kelapa pandan
dan kopyornya pun, rakyatnya bisa makmur. Minimal lebih makmur dari
rakyat di sentra-sentra kelapa di Indonesia. (FR)+++
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil di daerah surakarta, dan disini daerah tempat mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat Jl. Letjen Sutoyo No. 12 Jakarta Timur karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya 0853-1144-2258 atas nama Drs Muh Tauhib SH.MSI beliaulah yang selama ini membantu perjalan karir saya menjadi PEGAWAI NEGERI SIPIL.alhamdulillah berkat bantuan bapak Drs Muh Tauhib SH.MSI SK saya dan 2 teman saya tahun ini sudah keluar, bagi anda yang ingin seperti saya silahkan hubungi bapak Drs Muh Tauhib SH.MSI, siapa tau beliau bisa membantu anda
BalasHapusThe Best Casino Sites 2021 – Claim Free Spins Bonus!
BalasHapusHere are the best casino sites you can find to play casino games for real money. We've got the luckyclub full list of the best slots, jackpots, and mobile casino games to